Text
DISERTASI: PELARANGAN MINUMAN BERALKOHOL DI PROVINSI PAPUA (Analisis Maslahat Terhadap Perdasi Papua No. 15 Tahun 2013 Dalam Problematika Hierarki Peraturan Perundang-undangan)
Masalah pokok dalam penelitian ini adalah: Bagaimana Pelarangan Minuman Beralkohol berdasarkan Perdasi Papua Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.? yang selanjutnya diuraikan menjadi sub masalah pokok sebagai berikut: 1) Bagaimana Substansi Pelarangan Minuman Beralkohol dalam Mewujudkan Kemaslahatan di Provinsi Papua. 2) Bagaimana Status Hukum Perdasi Papua Nomor 15 Tahun 2013 dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan. 3) Bagaimana Dampak Sosial Pelarangan Minuman Beralkohol terhadap Upaya Mewujudkan Kemaslahatan di Provinsi Papua.
Tujuan penelitian ini adalah; 1) Untuk menganalisis substansi pelarangan minuman beralkohol dalam mewujudkan kemaslahatan di Provinsi Papua. 2) Untuk menganalisis status hukum Perdasi Papua Nomor 15 Tahun 2013 dalam hierarki peraturan perundang-undangan. 3) Untuk menemukan dampak sosial pelarangan minuman beralkohol terhadap upaya mewujudkan kemaslahatan di Provinsi Papua.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat kualitatif dengan Pendekatan maqa>s}id al syari>‘ah, yuridis, dan Sosiologis. Adapun sumber data penelitian ini adalah tokoh agama, tokoh adat, Pemkot Jayapura, Pemkab. Jayapura dan Pemkab. Keerom serta Pemprov. Papua. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisa data dilakukan dengan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa substansi pelarangan minuman beralkohol dalam Perdasi Papua Nomor 15 Tahun 2013 yang melarang secara total produksi, pengedaran, penjualan dan konsumsi minuman berakohol sejalan dengan prinsip hukum Islam dalam upaya mewujudkan kemaslahatan, tetapi secara yuridis bertentangan dengan prinsip hierarki peraturan perundang-undangan. Status Perdasi Papua Nomor 15 tahun 2013 berdasarkan asas “Lex Superiori Derogad Lege Inferiori” di batalkan oleh Mendagri melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 188 34-3629 Tahun 2016 Tanggal 29-4-2016. Namun demikian Gubernur Papua demi melindungi masyarakat dari dampak negatif alkoholisme tetap memberlakukan Perdasi yang dibatalkan tersebut. Dalam perspektif hukum progresif langkah gubernur yang mengenyampingkan asas kepastian hukum demi kemanusiaan bisa dibenarkan, tetapi dalam konteks negara hukum langkah Gubernur melanggar asas “duo process of law”. Dampak sosial pelarangan minuman beralkohol belum dapat mewujudkan kemaslahatan di Provinsi Papua.
Implikasi penelitian ini adalah bahwa pengaturan minuman beralkohol dalam Perdasi Papua merupakan kebutuhan d}aru>riyyat. Maka segala sesuatu untuk mewujudkannya bersifat d}aru>riyyat pula. Dengan demikian materi muatan Perdasi yang sesuai dengan asas “kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bersifat d}aru>riyyat. Karena kalau diabaikan akan menyebabkan Perdasi tersebut dapat dibatalkan. Konsekuensinya Perdasi tidak dapat diterapkan atau ditegakkan. Berdasarkan hal tersebut maka Perdasi Papua Nomor 15 tahun 2013 tentang Pelarangan Produksi, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol harus direvisi. Substansi Perdasi Papua yang baru harus memuat pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol secara ketat, guna menjamin adanya kepastian hukum, keadilan hukum dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat Papua dalam upaya menanggulangi dampak negatif alkoholisme demi mewujudkan Kemaslahatan di Provinsi Papua.
Tidak tersedia versi lain