Text
DISERTASI: Corak Epistemologi Mistis Neoplatonisme Dalam Mistisisme Islam
Penelitian ini merumuskan tiga masalah yang mencakup: 1) bagaimana konsep
epistemologi mistis Neoplatonisme; 2) bagaimana kedudukan Plotinus dalam
perkembangan filsafat Neoplatonisme; 3) bagaimana corak epitemologis mistis Plotinus
dalam mistisisme Islam.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif historis, mengenai penelitian tokoh
dan merupakan penelitian kepustakaan murni. Penelitian ini menggunakan cara kerja
analisis, biografi historis, komparasi, dan heuristika, untuk menemukan paradigma baru
dalam wacana kefilsafatan. Pendekatan keilmuan mencakup pendekatan filsafat, sufistik,
dan sejarah. Sedangkan pendekatan studi yang digunakan adalah pendekatan metamistik
rasionalis. Sumber primer penelitian ini dikumpulkan karya Plotinus maupun buku yang
berkaitan dengan Mistisisme dan Neoplatonisme. Sedangkan sumber sekunder berupa
buku-buku yang menjadi bahan penunjang dalam penelitian, yakni buku-buku yang berkaitan
dengan filsafat Neoplatonisme baik yang berasal dari karya-karya filosof Barat maupun di
Timur. Data tersebut selanjutnya dianalisis secara interpretatif, induktif-deduktif, koherensi
internal, holistik, kesinambungan historis, komparatif, heuristik, dan deskriptif.
Hasil penelitian ini menemukan adanya estafet transformasi keilmuan yang
bersimbiosis secara mutualisme antara Islam dengan Barat (Yunani) atau sebaliknya
sebagai dampak logis dari ekspansi wilayah dan akulturasi kebudayaan. Meskipun
mistisisme Islam atau tasawuf memiliki pijakan kuat dalam sumber utama ajaran Islam
(Alqur’an dan hadis) namun tidak dapat pula dipungkiri adanya pengaruh dari filsafat dan
mistisisme Barat di dalamnya, khususnya warisan mistisisme Naoplatonis. Berawal dari
teori emanasi yang dibangun oleh Plato, mistisisme Neoplatonis mengembangkan banyak
teori yang terkait dengan mistisisme khususnya yang terkait dengan “cara kerja” Tuhan
dan “cara kerja” manusia di alam.
Kreativitas para cendekiawan Muslim yang tidak sekadar mengadopsi paham dan
ajaran Neoplatonisme tersebut patut untuk diapresiasi oleh karena telah melakukan
lompatan pemikiran yang tidak sederhana untuk merasionalisasikan hubungan erat antara
Tuhan, manusia, dan alam secara filosofis dan sufistik tanpa harus bertolak belakang
dengan esensi tauhid. Hal ini tampak jelas ketika mistisisme Islam melalui konsep h}ulu>l,
ittih}a>d, maupun wahdat al-wujud dikembangkan oleh cendekiawan dan filosof Muslim
secara integratif menjembatani antara potensi jasad, akal, jiwa, hati, dan ruh yang Allah
swt. titipkan sebagai manifestasi-Nya di muka bumi. Semua potensi tersebut
dimaksimalkan untuk dapat merasakan, menghadirkan, dan mengenal Allah swt. dalam
perspektif kemanusiaan dan perspektif ketuhanan.
Penelitian ini juga kembali menegaskan adanya varian pemikiran Islam yang selalu
terinspirasi dari fitrah untuk mencari dan kembali kepada-Nya bahkan sampai melompati
batasannya. Sehingga dibutuhkan kearifan umat untuk menghargai kebebasan berpikir yang
tidak boleh diberangus dengan alasan apapun ataupun untuk dibenturkan dengan pemahaman
keislaman yang bercorak fikih atau fikih oriented. Pada sisi lain, cakrawala filsafat dan
mistisisme Islam membutuhkan argumentasi dan bahasa yang lebih sederhana agar dapat
dipahami oleh umat Islam sekaligus agar tidak disalahpahmi. Pada akhirnya, perjalanan
manusia menuju Sang Maha Mutlak membutuhkan upaya hijrah dari satu ”kesadaran” menuju
”kesadaran” lain ataupun ”ketidaksadaran insani” menuju ”kesadaran Ilahi” untuk sampai
kepada satu kalimat kunci yaitu ”aku telah menemukan dan aku telah ditemukan”.
Tidak tersedia versi lain