Text
DISERTASI: HERMENEUTIKA AL-QUR'AN : STUDI WACANA POS-STRUKTURALISME PARA KESARJANAAN ISLAM LIBERAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP STUDI QUR'AN
Disertasi ini adalah penelitian tentang gaggasan baru dalam studi Qur’an
kontemporer yang dalam istilah teknisnya disebut hermeneutika Al-Qur’a>n.
hermeneutika Al-Qur’a>n yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
hermeneutika Al-Qur’a>n yang dikonstruk oleh kesarjanaan Islam liberal yang
menggunakan linguistik post-strukturalisme sebagai metode dan teori dalam
membedah teks-teks Al-Qur’a>n. Adapun yang termasuk dalam jaringan ini adalah
Muhammad Arkoun, Nas}r H{a>mid Abu> Zaid, dan Muh}ammad Syahru>r.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara kerja wacana poststrukturalisme kesarjanaan Islam liberal lewat metode yang mereka tawarkan dalam
upaya merepormulasi bangunan studi Qur’an yang khas sehingga berimplikasi
terhadap penafsiran Al-Qur’a>n.
Dalam mengelaborasi gagasan-gagasan kesarjanaan Islam liberal, penulis
menggunakan langkah penelitian yang sepenuhnya disandarkan pada riset
kepustakaan (library Research) dengan menggunakan trilogi metode. Yaitu
deskriftif, komparatif, dan analisis historis. Disamping itu, penulis juga
menggunakan penelitian ini dengan mengedepankan pola pikir dialektika dengan
penggunakan beberapa pendekatan yaitu; Pendekatan eklektik, pendekatan
postmodernisme, dan pendekatan ilmu tafsir.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini, bahwa penafsiran post-strukturalis
kesarjanaan Islam liberal membawa implikasi yang cukup serius di mana penafsiran
mereka sangat berbeda dari penafsiran yang pernah dilakukan kesarjanaan klasik.
Arkoun misalnya, dalam pembacaannya terhadap surah Al-Fa>tih}ah, Arkoun sering
menerapkan aspek semantik, sintaksis maupun morpologis yang dalam kaidah
bahasa Arab dikenal dengan istilah nawhu dan s}a>rap kemudian aspek ini disinergikan
dengan aspek linguistik modern. Oleh karenanya, Arkoun dalam pembacaan-nya
terhadap surah Al-Fa>tihah, Arkoun menempuh dua langkah. Langkah pertama adalah
linguistik kritis, langkah ini Arkoun lebih banyak menggunakan teori-teori
kebahasaan klasik dari tradisi pemikiran Arab. Sementara langkah kedua, yakni hubungan kritis, di sinilah Arkoun mulai berangjak dari teori-teori klasik ke teori
linguistic modern kususnya strukturalis. Aspek hermeneutik surah Al-Fa>tih}ah dalam
pembacaan Arkoun, yaitu pentingnya memahami antara penutur, pendengar maupun
pembaca. Sementara Nas}r H{a>mid Abu> Zaid dalam pembacaannya terhadap beberapa
tema yang diangkat berupaya mendemitologisasi yang berkaitan dengan sesuatu
yang bersifat supranatural maupun yang abstrak. Konsep syaitan, jin, sihir, dan
hasad misalnya, semua kosa kata tersebut hanya menunjuk pada konsep kognitif
oleh karena bahasa terkadang menunjuk pada petanda-petanda yang tidak memiliki
eksistensi material. karena itu, Abu> Zaid mereinterpretasi dan mendemitologisasi
yang menurutnya harus diinterpretasi secara metaforis dan tidak boleh diinterpretasi
secara tekstual karena bisa menggiring kepada pemahaman yang bersifat mitologis.
Dalam tema-tema tertentu ada yang tidak diinterpretasikan secara metaforis, tetapi
dianggapnya sebagai fakta sejarah (al-Syawa>hid al-Tari>kh). Seperti konsep jin
sebagai fakta sejarah yang tidak dapat dipahami secara metaforis. Tetapi ‚yang tak
terkatakan‛ sebagai kekuatan jahat yang ada dalam konsep mental saja. Tanda-tanda
liguistik sangat penting bagi Abu> zaid karena bahasa pada intinya terdiri atas
sejumlah tanda. Tanda-tanda itu tidak langsung merujuk pada sekian bahasa benda
dalam kenyataan. Sementara Muh}ammad Syahru>r juga memiliki gaya yang khas
dalam memperlakukan teks-teks Al-Qur’a>n. Syahru>r secara garis besar membagi
tema-tema Al-Qur’a>n menjadi konsep Al-Nubuwwah dan Al-Risa>lah, Ayat-ayat AlQur’a>n dan Umm Al-kita>b. Menurutnya, ayat-ayat Al-Qur’a>n adalah realitas
obyektif, yaitu termasuk dalam wilayah kepastian yang berada di luar kesadaran
manusia, seperti kematian, peristiwa sejarah, takdir dan lain-lain. sementara umm
Al-Kita>b adalah realitas subyektif yang masuk dalam wilayah kemungkinan dan
kebebasan manusia sehingga perintah dan larangan, janji dan ancaman, bisa ditolak
atau dikerjakan seperti perintah shalat, puasa, larangan berbuat kerusakan, larangan
memakan riba dan lain-lain dalam bentuk perintah dan larangan. kemudian dalam
teori limit dengan al-hadd al-adna (perbatasan minimal) dan al-hadd al-‘ala
(perbatasan maksimal) yang ditawarkan Syahrur ditemukan gaya penafsiran-nya
dalam QS Al-nu>r ayat 31, bahwa batasan maksimal dari bagian tubuh yang harus
ditutup adalah bagian-bagian yang termasuk kategori al-juyu>b ( lekup tubuh yang
mempunyai celah dan bertingkat). Sedangkan batasan maksimal adalah bagianbagian ma> z}ahara minha> (wajah, telapak tangan dan telapak kaki). Konsekwensinya,
seorang perempuan yang menutupi seluruh tubuhnya telah melanggar hukum Allah,
demikian pula yang memperliahtkan seluruh tubuhnya lebih dari yang termasuk
kategori al-juyu>b. Demikian pula lewat teori syntagmatig dan paradigmatic seperti terdapat dalam QS Ali> Imra>n ayat 14 tentang kecenderungan manusia terhadap
syahwat, Syahrur justru tidak memaknai annisa sebagai perempuan tetapi hal-hal
yang mutakhir dan al-bani>n bukan sebagai anak tetapi bangunan dan seterunya.
Tidak tersedia versi lain