Text
TESIS:Nilai-Nilai Martabat Tujuh dalam Konstitusi Kesultanan Buton Masa Sultan Dayyan Ihsan Al-Din dalam Konteks Sufistik
Kerajaan Buton diperkirakan telah berlangsung dari abad ke-15 M hingga
awal abad ke 17 M . Selanjutnya bentuk pemerintahan tersebut berubah menjadi
bentuk kesultanan pada tahun 948 H atau 1541 M di saat pelantikan Sultan
Lakilaponto sebagai sultan Buton pertama yang bergelar Sultan Qa‟im al-Dīn, dan
Islam telah diterima sebagai ajaran resmi kesultanan. Perkembangan Islam pada masa
itu belum begitu pesat dan maju pesatnya Islam nanti dijumpai pada masa
pemerintahan Sultan keempat Sultan La Elangi yang bergelar Sultan Dayyan Ihsan al
Dīn .
Sultan tersebut dibantu oleh Syarif Muhammad, seorang penyiar Islam dari
Arab, telah menyusun dan menetapkan suatu konstitusi kesultanan yang disebut
“Sarana Wolio” yang di dalamnya memuat Martabat Tujuh. Dengan demikian sultan
Dayyan Ihsan al-Dīn merupakan sosok pemimpin politik/kekuasaan dan sosok
pemimpin agama.
Martabat Tujuh sebagai inti dari pada “Sarana Wolio” (konstitusi kesultanan
Buton), sarat dengan nilai-nilai tasawuf, yang merupakan suatu ajaran yang
berorientasi pada riyādhah (latihan) untuk membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela
dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, dalam upaya mendekatkan diri kepada
Allah sedekat-dekatnya sehingga merasa bersatu dengan Allah. Di mana ajaran
tersebut dikenal di Buton dengan konsep “ posaangu yinda aporomu, pogaa yinda
akoolota “ (berkumpul tidak menyatu, berpisah tidak berantara). Perkembangan
ajaran tasawuf tersebut bukan saja di pusat pemerintahan tetapi juga sampai ke
wilayah daerah bawahan yang disebut Barata dan Kadie. Ajaran tasawuf dan
khususnya nilai-nilai tasawuf yang terpancar dari Martabat Tujuh tersebut telah
diajarkan baik kepada aparat penguasa atau yang dipersiapkan menjadi aparat
penguasa, baik dari golongan Kaomu dan Walaka maupun kepada golongan Papara.
Oleh karena itu nilai-nilai tasawuf dari Martabat Tujuh yang terdapat dalam
konstitusi kesultanan Buton masa Sultan Dayyan Ihsan al-Din berkembang dan
berpengaruh terhadap struktur pemerintahan kesultanan dan para pejabat di
dalamnya, terdapat stratifikasi sosial dan terhadap pembentukan mental dan moral
masyarakat sesuai dengan ajaran Islam, sehingga baik aparatur pemerintah maupun
masyarakat benar-benar dapat melaksanakan ajaran Islam dengan baik yang
memberikan jaminan bagi perkembangan Kesultanan Buton pada masa-masa
selanjutnya.
Tidak tersedia versi lain