Text
TESIS: ANALISIS ETIKA SOSIAL DALAM TRADISI SAYYANG PATTU’DU DI MASYARAKAT POLEWALI MANDAR (Studi Living Qur’an)
Tesis ini dirumuskan satu pokok masalah yakni bagaimana etika
sosial dalam tradisis sayyang pattu’du di masyarakat Polewali Mandar, yang
kemudian dibagi menjadi tiga sub masalah (1). Bagaimana Proses
Pelaksanaan Tradisi Sayyang Pattu’du di Masyarakat Polewali Mandar, (2).
Bagaimana Etika Sosial yang Tercermin dalam Tradisi Sayyang Pattu’du di
Masyarakat Polewali Mandar, (3). Bagaimana Tradisi Sayyang Pattu’du di
Masyarakat Polewali Mandar dalam Studi Living Qur’an.
Jenis Penelitian ini adalah field reseach yaitu penelitian kualitatif
dengan menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan antropologis dan
pendekatan tafsir. Selanjutnya, sumber data yang digunakan adalah sumber
data primer melalui wawancara dengan masyarakat, yakni budayawan, tokoh
masyarakat, dan tokoh agama. Adapun data sekunder adalah data bantu yang
diperoleh dari literatur seperti jurnal, buku, artikel maupun kitab tafsir.
metode pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Teknik pengolahan dan analisis data yakni editing data, reduksi data, dan
penyajian data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Proses pelaksanaan tradisi
sayyang pattu’du dimulai dari anak yang telah menamatkan Al-Qur’an.
Pelaksanaannya bisa secara perorangan atau kolektif terutama pada bulanbulan maulid. Ada beberapa tahapan dalam proses ini seperti barazanji,
marrattas baca (memutus bacanya) yang menandakan bahwa anak tersebut
telah tamat mengaji, dan diarak keliling kampung. 2). Etika sosial yag
tercermin dalam tradisi ini meliputi musyawarah terinspirasi oleh QS alImran/3:159, gotong royong dalam QS al-Maidah/5:2 dan QS aliImrān/3:134, dan saling menghargai 3). tradisi sayyang pattu’du dalam
kajian living Qur’an terdapat beberapa bentuk, pertama, memberikan
apresiasi yang setinggi-tingginya kepada anak yang telah menamatkan AlQur’annya yang terinspirasi oleh QS al-Mujadilah/58: 11 yang menyatakan
bahwa orang yang ilmu diangkat derajatnya dan QS Yunus/10:58
menjelaskan tentang dorongan manusia bergembira atas karunia Allah.
Kedua, menggunakan ayat-ayat tertentu dalam praktik tradisi sayyang
pattu’du yang dimana sebagian mereka membaca QS Hud/11:41 dan lafaz
lāilāhaillallāh sebagai benteng keselamatan, dan membaca QS alMu’minūn:14 agar terlihat menarik di atas kuda. Ketiga, sebagai media untuk
mensyiarkan ajaran Al-Qur’an melalui musik rebana dan kalindaqdaq (syair
mandar) yang mengandung makna dari ayat-ayat Al-Qur’an
Implikasi penelitian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
dorongan bagi masyarakat untuk merevitalisasi tradisi sayyang pattu’du
sebagai komitmen dalam menghidupkan Al-Qur’an. Penting untuk diakui
bahwa pada konteks hari ini, nilai-nilai dalam tradisi sayyang pattu’du
mengalami pergeseran, terkadang yang naik kuda bukan anak yang khatam,
terkadang pula rebana dan kalindadaq tidak dijadikan sebagai instrumen dalam mensyiarkan ajaran Al-Qur’an sehingga tetap membutuhkan upaya
agar tetap sesuai dengan tujuan awalnya. Dengan mengembalikan tujuan dan
eksistensi tradisi ini, sayyang pattu’du dapat berfungsi kembali sebagai
instrumen yang efektif dalam menyebarkan ajaran Al-Qur’an, Sehingga tetap
relevan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Tidak tersedia versi lain