Text
TESIS: BANALITAS PERFORMA WARIA DI RUANG PUBLIK: PANDANGAN PEMUKA AGAMA DAN PEMERINTAH PERSPEKTIF MAQĀṢID AL-SYARĪ’AH (Studi Kasus di Kabupaten Bone)
Pokok masalah penelitian ini adalah banalitas performa waria di ruang
publik: pandangan pemuka agama dan pemerintah perspektif maqāṣid al-syarī’ah.
Pokok masalah tersebut selanjutnya dirincikan ke dalam dua submasalah, yaitu: 1)
Pandangan pemuka agama kabupaten Bone mengenai banalitas performa waria
yang terjadi di ruang publik perspektif maqāṣid al-syarī’ah dan 2) Pandangan
pemerintah kabupaten Bone mengenai banalitas performa waria yang terjadi di
ruang publik perspektif maqāṣid al-syarī’ah.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
dua pendekatan yakni pendekatan teologis normatif (syar’ī) dan pendekatan
fenomenologis. Sumber data utama dalam penelitian ini yaitu wawancara dengan
pemuka agama dan pemerintah daerah kabupaten Bone.
Hasil penelitian ini menunjukkan; 1) kesamaan pandangan pemuka agama
Islam, Protestan, dan juga Katolik, yakni melarang perilaku at-tasyabbuh
(penyerupaan) terhadap lawan jenis. Namun agama Buddha berpandangan
sebaliknya. Hal tersebut bertentangan dengan maqāṣid al-syarī’ah, utamanya dari
segi pemeliharaan agama (hifz al-din). 2) Pemerintah berpandangan bahwa
performa waria di ruang publik merupakan hal yang sudah lama terjadi dan
sebagai bagian dari HAM, namun faktanya hal tersebut bertentangan dengan
pemeliharaan al-ḍarūriyāt al-khams maqāṣid al-syarī’ah. Dari segi hifz al-din
(agama) perilaku penyerupaan waria terhadap perempuan merupakan hal yang
dilarang. Penyimpangan orientasi seksual (sodomi) yang dilakukan waria
mengakibatkan lahirnya berbagai penyakit mematikan, dan hal tersebut dapat
mengancam hifz al-nafs (jiwa) manusia. Lingkungan yang buruk menyebabkan
pola pikir waria terjerumus ke dalam hal-hal negatif, hal ini juga melanggar hifz
al-‘aql (pemeliharaan akal). Selanjutnya, keinginan tidak ingin menikah
merupakan manifestasi dari ketidaktertarikan waria terhadap lawan jenis, hal ini
pun menjadi ancaman pada hifz al-nasl (keturunan). Terakhir, berbagai pekerjaan
tidak halal yang digeluti waria menghasilkan honorarium yang tidak halal pula,
dan hal ini tidak dibenarkan dalam syariat, khususnya dari segi hifz al-māl (harta).
Pemuka agama dan pemerintah kabupaten Bone diharapkan dapat
bersinergi membentuk balai rehabilitasi dalam rangka pemulihan perilaku waria,
yakni melalui konseling juga terapi spiritual dan kejiwaan. Pada dasarnya waria
merupakan takdir muallaq, yakni takdir yang dapat diubah sesuai dengan upaya
manusia. Hal ini pun telah dibuktikan berdasarkan hasil analisa dan uji medis.
Kata Kunci: Banalitas, Waria, Maqāṣid Al-Syarī’ah.
Tidak tersedia versi lain